Magisnya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Menurut cerita, perayaan Kasada yang dilaksanakan setiap tahunnya oleh warga Tengger, yaitu pada hari ke 14 pada bulan Kasada, menjadi peringatan akan pengorbanan Kusuma, anak bungsu dari Rara Anteng dan Jaka Seger yang menjadi persembahan untuk Sang Hyang Widi di Kawah Gunung Bromo. 

Perayaan Kasada tahun 2017 kemarin, jatuh pada tanggal 9 dan 10 Juli 2017. Tepat pada tanggal 10 Juli, hari senin, saya ke Bromo bersama dengan kawan saya, Galuh, sekaligus keluarganya yang tinggal di Desa Tosari, desa yang lumayan dekat dengan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dengan hari yang bertepatan dengan perayaan Kasada, tentu kawasan ini ramai sekali. 

Bonanza

Biasanya, orang-orang luar kota yang datang ke mari berfoto di tempat yang ikonik menjelang matahari terbit itu, yang terdapat gugusan gunung membentuk latar belakang yang sangat epic. Jika teman-teman cari di google hanya dengan kata kunci "Bromo" gambar yang keluar pastilah gugusan gunung indah itu. Suatu ketika saya ingin melihat sunrise Bromo, semoga berkesempatan lagi ke mari. 

Tepat di samping Gunung Batok, gunung yang mirip sisi buah belimbing. 

Perjalanan dari rumah Galuh ke lautan pasir memakan waktu kurang lebih 1 jam dengan kondisi jalan yang cukup berliku dan naik turun. Menggunakan mobil jeep kepunyaan keluarganya, saya merasa beruntung sekali bisa naik dan ikut serta dengan gratis di sini (Dasar ya, sukanya gratisan! Hihi). 

Namun, sebuah kata apes harus saya katakan di sini. Perjalanan yang berliku dengan mobil jeep tersebut membuat saya mual dan pusing. Saya jadi teringat, saya selalu seperti ini ketika melewati jalanan Gumitir, gunung perbatasan antara Jember dan Banyuwangi, kalau naik mobil. Kalau naik motor sih bebas-bebas saja. Hehe... Dengan sekuat tenaga saya menahan perasaan mual tersebut. Saat sampai di kawasan berpasir, redalah 'penyakit receh' itu. Walaupun berganti dengan jalanan yang terjal berpasir dan membuat tubuh naik turun di kursi mobil, syukur tak menjadi masalah. Hitung-hitung latihan, ya. 

Bertepatan dengan perayaan Kasada, Bromo ramai pengunjung

Sesampai di tempat pemberhentian, di samping Gunung Batok dan Pura Luhur Poten, kami turun dari mobil dan menikmati suasana sekitar. Sebenarnya tak bisa dibilang menikmati, sih. Karena bertepatan dengan Hari Raya Kasada maka kawasan ini ramai sekali. Sampah-sampah plastik cukup banyak bertebaran. Suasana sekitar agak berkabut dan angin tentu membawa pasir beterbangan. 

Untuk naik ke Gunung Bromo dan melihat kawah rasanya saya tidak sanggup minat saat itu. Lebih baik saya menetralisir suasana badan dahulu. Sementara nenek dari kawan saya naik ke Bromo, saya berjalan keliling Pura Luhur Poten. Ah, kalah dengan nenek. 

Sisi utara Pura Luhur Poten

Pura Luhur Poten di kawasana Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini terbilang cukup magis. Letaknya di tengah-tengah lautan pasir, mungkin jika diambil gambar jauh dari atas, akan nampak seperti pura agung di tengah-tengah tempat yang antah berantah. Saat saya ke sana, wisatawan boleh masuk dan menyaksikan masyarakat Hindu bersembahyang di pura tersebut. 

Di kawasan pura tersebut banyak sekali sisa-sisa sesaji. Dan tak hanya tiga empat, tetapi hingga bertumpuk-tumpuk seakan membentuk gunungan sampah kecil. Menurut kawan saya, hal tersebut akan bersih secara otomatis, entah siapa yang membersihkan, tapi esok-esok hari sisa-sisa sesaji maupun sampah-sampah di sana akan bersih dengan sendirinya. Mungkin ini juga bagian dari ke-magis-an wilayah ini. 

Bagian dalam pura Luhur Poten

Setelah puas berkeliling, saya dan Galuh kembali ke dekat mobil. Tak lama kemudian perjalanan berlanjut ke Sabana yang ada di bagian timur kawasan Bromo. Melewati Pasir Berbisik, dan Bukit Teletubies. Sesampai sana, betapa yang bisa dilihat sejauh mata adalah hamparan padang rumput dan tanah yang bergunung-gunung. 

Sabana kawasan Bromo

Karena para Ibu sudah membawa bekal, di sabana ini kami menikmati makan yang menyenangkan bersama keluarga. Kalau tak pergi dengan mereka, saya tak akan bisa sejauh ini menikmati eksotisnya Bromo ini. 

Nenek dan saya di sabana

Inilah foto nenek yang saya ceritakan tadi. Dengan bersandal jepit beliau naik ke Gunung Bromo. Sebuah ketangguhan yang sangat jempol.  Bahkan saya yang berjaket dan bersepatu saja masih terasa dingin, tetapi tidak dengan nenek. Saya akui, orang Tengger memang tahes-tahes (red: sehat-sehat). Hahaha... Mungkin karena juga sudah terbiasa, ya. 

Pasir Berbisik
Karena hampir sore kami pulang dan menyempatkan berhenti di wilayah Pasir Berbisik. Katanya, dinamai Pasir Berbisik karena dulu pernah digunakan sebagai tempat pembuatan film berjudul Pasir Berbisik yang dibintangi oleh Dian Sastro. Aih... 

Sebelum ini, kami juga melewati deretan bukit yang dinamai Bukit Teletubies. Teletubies itu serial anak-anak yang sempat ramai tahun 2000-an dengan latar tempatnya yang unik dan berbukit-bukit seperti itu. Ada-ada saja memberi namanya, ya. 

Perjalanan pulang, dengan pemandangan Gunung Batok di belakang.

Senja makin dekat, sudah usai rekreasi kami di taman nasional yang sangat megah ini. Satu hal lagi yang membuat kawasan ini terasa magis menurut saya, kondisi udara. Di saat panas terik, tetap saja terasa dingin udara sekitar. Itulah panas dan dingin dalam satu waktu. Bahkan saat suhu mencapai 11 derajat celcius, es krim pun masih laris manis. 

Sampai jumpa kembali, Bromo. 

Kalau kawan-kawan, pengalaman apa yang paling berkesan saat ke Bromo? 

10 comments :

  1. Tulisannya juga magis nih, jadi pengin ke Bromo. Kawasan ini selalu jadi salah-satu destinasi impian. Semoga ada kesempatan untuk mengunjunginya, apalagi dilihat dari poto-potonya juga begitu eksotis. Oh ya, kenapa potonya enggak diberi kredit ke blog ini, Mbak? Apa sengaja? Hehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Mba Dee..
      Moon maap baru mereply, habis pekan ujian ini hehe #alibi ah

      Aamiin... Semoga berkesempatan ke sana ya Mba, saya aja pengen ke sana lagi, masih banyak yang belum diexplore. Hihi

      Hehe, iya Mba. Sengaja ngga sengaja sih, dulu saya make kredit juga, tapi karena kurang telaten ya uda langsung pasang. Hehe

      Delete
  2. Gagal fokus sama fotonya... 😍😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. 😅😅 dasar dirimu beb
      thankyou uda mampir anyway

      Delete
  3. Enak banget suhunya 11 celcius. Sejuuuk :)

    Cheers,
    Dee Rahma - heydeerahma.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sangat sejuk Mba, dan musti pakai jaket biar nggak 'kesejukan'. Hehe

      Delete
  4. Mantaap, kak Ajeng akhirnya kesampaian menginjakkan kaki di pura Luhur Poten, sabana dan gunung Batok Bromo ... 👍

    Sepertinya, suhu udara dan suasana gaib gunung Bromo ada kemiripan dengan Dieng ya, kak ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas Himawan mantap kali! Hehehe. Mungkin begitu ya mas, saya sih belum pernah ke Dieng, tapi cukup sering nonton video soal Dieng. Brrr beberapa hari lalu sempat di suhu minus di kawasan Bromo katanya mas.

      Delete
    2. Laah ...kan benar, kak ..
      Ternyata temperatur udara di Dieng dan Bromo ini sama.
      Beberapa waktu lalu, Dieng juga sampai hujan es mirip salju.
      Sampai-sampai kotaku jadi ikutan super dingin udaranya, bahkan siang hari saat terik juga terasa menggigil.

      Delete
    3. Oh iya beberapa hari lalu memang suhu terasa dingin. Apalagi kalau di kawasan seperti Dieng maupun Bromo ya mas, pasti dingin kuadrat. Wahaha

      Delete

Silakan tinggalkan jejak di sini :)

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates