Salah satu yang saya sukai dari jalan-jalan ke luar kota adalah menikmati kuliner di kota tersebut. Bukan berarti saya harus cicipi makanan khas yang benar-benar khas di daerah sana, tetapi lebih pada makan dengan suasana, warung, dan olahan makanan dari orang sana. Apakah Anda juga begitu?
Sebelum ke Banyuwangi bersama sanak famili berapa waktu lalu, tepatnya pagi sebelum berangkat, Bapak bilang sesuatu ke saya, "Nanti sarapan di sana saja, Bude bawa bontotan."
Bontot itu bekal. Ya, orang-orang desa kalau bepergian ramai-ramai memang suka bawa bekal entah itu dibungkus dengan kertas minyak atau pakai rantang dan lain-lain.
Saya sedikit kecewa dan bilang ke Bapak, "Yah, harusnya kan maem di sana saja, Pak. Kalau jalan-jalan ke luar kota, kan, sayang kalau nggak menikmati kulineran di sana."
Setelah perjalanan melewati Gunung Gumitir yang berkelok sebagaimana jalanan pegunungan, saya lega. Biasanya saya mabok darat dan pusing kalau lewat sini naik mobil. Mungkin karena badan sedang fit dan yang nyetir Bapak jadi terasa nggak ada beban kali, ya. Alhamdulillah... Hehehe.
Perjalanan masih cukup panjang. Kami kemudian berhenti di pinggir jalan raya yang kiri dan kanannya adalah kebun kakao. Berhenti tepat di depan warung yang sedang tutup untuk sekedar numpang duduk dan membuka bekal untuk sarapan kami di situ.
Tumben sekali Bude sebagai ibu kepala permakanan membawa piring dan sendok, saya pikir pakai kertas minyak itu. Dengan lauk ayam kecap dan sambal goreng tahu tempe, kami makan bersama. Ah, terasa nikmat dan segar sambil menikmati kendaraan lalu lalang.
Eh, sebentar, tadi katanya sedikit kecewa karena nggak bisa kulineran? Kok, malah menikmati?
Hahaha... Ternyata nggak selalu menuruti keinginan diri kita itu nggak selalu berujung sedih, ya.
Memang, adakalanya hal-hal seperti ini, makan bersama keluarga, yang jarang-jarang kita rasakan, menjadi sebuah cerita tersendiri. Toh, kalau mau kulineran suka-suka bisa jalan-jalan sendiri di lain waktu. Inilah waktu bersama keluarga. Waktu yang beda. Tetap punya cerita.
Jadi, ini lah jadinya. Cerita makan bersama keluarga di kota orang. Pernah punya cerita serupa? Yuk, share :)
Sebelum ke Banyuwangi bersama sanak famili berapa waktu lalu, tepatnya pagi sebelum berangkat, Bapak bilang sesuatu ke saya, "Nanti sarapan di sana saja, Bude bawa bontotan."
Bontot itu bekal. Ya, orang-orang desa kalau bepergian ramai-ramai memang suka bawa bekal entah itu dibungkus dengan kertas minyak atau pakai rantang dan lain-lain.
Saya sedikit kecewa dan bilang ke Bapak, "Yah, harusnya kan maem di sana saja, Pak. Kalau jalan-jalan ke luar kota, kan, sayang kalau nggak menikmati kulineran di sana."
Bapak diam tidak menanggapi. Tentu Bapak sudah paham kalau anaknya memang suka protes.
Setelah perjalanan melewati Gunung Gumitir yang berkelok sebagaimana jalanan pegunungan, saya lega. Biasanya saya mabok darat dan pusing kalau lewat sini naik mobil. Mungkin karena badan sedang fit dan yang nyetir Bapak jadi terasa nggak ada beban kali, ya. Alhamdulillah... Hehehe.
Perjalanan masih cukup panjang. Kami kemudian berhenti di pinggir jalan raya yang kiri dan kanannya adalah kebun kakao. Berhenti tepat di depan warung yang sedang tutup untuk sekedar numpang duduk dan membuka bekal untuk sarapan kami di situ.
![]() |
Tumben sekali Bude sebagai ibu kepala permakanan membawa piring dan sendok, saya pikir pakai kertas minyak itu. Dengan lauk ayam kecap dan sambal goreng tahu tempe, kami makan bersama. Ah, terasa nikmat dan segar sambil menikmati kendaraan lalu lalang.
Eh, sebentar, tadi katanya sedikit kecewa karena nggak bisa kulineran? Kok, malah menikmati?
Hahaha... Ternyata nggak selalu menuruti keinginan diri kita itu nggak selalu berujung sedih, ya.
Memang, adakalanya hal-hal seperti ini, makan bersama keluarga, yang jarang-jarang kita rasakan, menjadi sebuah cerita tersendiri. Toh, kalau mau kulineran suka-suka bisa jalan-jalan sendiri di lain waktu. Inilah waktu bersama keluarga. Waktu yang beda. Tetap punya cerita.
Jadi, ini lah jadinya. Cerita makan bersama keluarga di kota orang. Pernah punya cerita serupa? Yuk, share :)
Kok kebetulan ada warung yang tutup ya mbak Ajeng, jadi bisa utk tempat makan....
ReplyDeleteDulu pernah makan dipinggir jalan sama keluarga besar di pwt waktu mo ke yogya,...asyik juga ternyata mbak hehehe
Iya, Mas Aris. Kebetulan banget, jadi numpang deh. Hehehe. Wah betul itu asyik dan seger banget, Mas.
DeleteMakan bersama di pinggir jalan ini justru lebih menyenangkan dari pada di tempat makan hahahah sumpah. Saya sering bawa bekal dari rumah dan makan di pinggir pantai. Dan ayam kecapnya itu slurups sekali yaaaa hhahaha.
ReplyDeleteIya, Ya Kak! Seger bener. Sambil hirup udara bebas bukan udara kipas angin di warung makan. Wkkwkwk... *lempar ayam happ
Delete